Sabtu, 29 Desember 2012

REVIEW JURNAL EKONOMI KOPERASI 3 (BAG 2)



REVIEW 2
Teori Motivasi Kebutuhan Manusia
Oleh : Suroto
Program Studi Pendidikan Ekonomi Koperasi FKIP
Universitas Muhamadiyah Puworejo


III TEORI MOTIVASI

1.Teori Kebutuhan
             Abraham Maslow dalam Handoko (1995:73) mengungkapkan bahwa ada suatu kebutuhan pada setiap individu, dimana menurut Maslow ada lima jenjang kebutuhan inidvidu:
a.      Kebutuhan Fisiologi
Kebutuhan Fisik merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi dan di puaskan paling awal, karena kebutuhan ini timbul rasa yang pertama kali timbul dalam fisik manusia untuk dapat hidup (survive).
b.      Kebutuhan Rasa Aman (Safety Needs)
Kebutuhan jenjang berikut ini memberikan rasa aman dan selamat bagi individu, seperti adanya perlindungan dan kepastian dari pihak organisasi yang menjamin kehidupannya.
c.       Kebutuhan Sosial (Social Needs)
Apabila kita melihat secara mendasar, kebutuhan ini memang sudah merupakan kodrat manusia yaitu bahwa manusia itu adalah makhluk social.
d.      Kebutuhan Harga Diri (Esteem Needs)
Kebutuhan ini lebih bersifat individual atau mencirikan pribadi ingin dirinya dihargai atau di hormati sesuai dengan kapasitasnya (kedudukannya).
e.      Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Aktualization Needs)
Kebutuhan akan pengakuan diri dan pengakuan diri, disini adalah keinginan setiap individu untuk diakui bahwa dirinya mempunyai kemampuan khususnya (dalam bekerja) dan ia akan puas apabila keinginan untuk mengembangkan kemampuan diri terpenihi sesuai dengan potensinya.
            Teori Maslow banyak berguna bagi seseorang dalam usaha memotivasi dirinya, paling tidak untuk dua hal. Pertama, teori ini dapat untuk memperjelas dan memperkirakan tidak hanya perilaku individual tetapi juga dengan kelompok dengan melihat rata-rata kebutuhan yang menjadi motivasi mereka. Kedua, teori ini menunjukan bahwa bila tingkat kebutuhan terendah relativ terpuaskan, factor tersebut akan berakhir menjadi motivator penting (T.Hani Handoko, 1995:257)
2. Sedangkan Menurut David Mc Cellend Kebutuhan dibagi menjadi 3 macam yaitu:
a. Need for achievement yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk memecahkan masalah.
b. Need for affilication yaitu kebutuhan untuk ebrafilisasi yang merupakan dorongan untuk berintereraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain
c. Need for power yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap oranglain.
3.Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alefter
            a. Existence Needs
b. Kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi pegawai seperti makan, minum, makanan, gaji, keamanan, dankondisi kerja.
c. Relatedness Needs
d. Kebutuhan interpersonal yaitu kepuasan dalam berinteraksi dalam lingkungan kerja
e. Growth Needs : Kebutuhan untuk Mengembangkan dan Meningkatkan pribadi
4. Teori Insting
Teori ini timbul berdasarkan teori evaluasi carles Darwin. Bahwa tindakan uang intelligent merupakan reflex dan instingbit yang diwariskan, sehingga tidak semua tingkah laku dapat di rencanakan sebelum nya dan di control dalam pikiran.
5. Teori Drive
            Woodworth menggunakan konsep drive sebagai energy yang mendorong organisasi untuk melakukan suatu tindakan.
6. Teori Lapangan
            Teori ini merupakan pendekatan kognitif untuk mempelajari perilaku dan motivasi dari kurn lewin. Teori lapangan lebih mengfokuskan pada pikiran nyata seorang pegawai ketimbang insting atau habit.
7. Teori X dan Teori Y
            Disini Dauglas Mc. Gregor menajukan dua pandangan yang berbeda tentang manusia. Negative dengan tanda label X dan tanda label Y
Anggapan-anggapan teori X:
a.      Rata-rata pembawaan manusia malas atau tidak menyukai pekerjaan dan akan menghindarinya bila mungkin
b.      Karena karakteristik manusia tersebut, orang harus dipaksa, diawasi, diarahkan, atau diancam dengan hukuman agar mereka menjalankan tugas untuk mencapai tujuan organisasi.
c.       Rata-rata manusia lebih menyukai di arahkan, ingin menghindari tanggungjawab, mempunyai ambisi relative kecil, dan menginginkan keamanana atau jaminan hidup atas segalanya.
Anggapan-anggapan teori Y:
a.      Penggunaan usaha fisik dan mental adalah kodrat manusia, seperti bermain atau beristirahat
b.      Pengawasan dan ancaman hukuman eksternal bukanlah satu-satunya cara untuk mengarahkan usaha pencapaian usaha organisasi
c.       Keteikatan pada tujuan merupakan fungsi dari penghargaan yang berhubungan dengan prestasi mereka
d.      Rata-rata manusia dalam kondisi yang layak belajar tidak hanya menerima tetapi mencari tanggung jawab
e.      Ada kapasitas besar untuk melakukan imajinasi, kecerdikan dan kreatifitas dalam penyelesaian masalah-masalah organisasi yang secara luar tersebar pada seluruh karyawan.
IV. SIMPULAN
            Semakin ketatnya persaingan hidup membuat manusia melakukan apa saja untuk bertahan hidup lebih layak. Hal-hal yang memotivasi manusia untuk hidup lebih baik adalah karena ia ingin memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan biologis maupun kebutuhan psikologis. Kebutuhan biologis diantaranya adalah makan, minum, seksualitas, kesehatan, danlain-lain. Sedangkan kebutuhan psikologis diantaranya ingin diakui di lingkungan masyarakat, aktualisasi diri, penghargaan, kebutuhan rasa mana dan nyaman dan lain-lain. Dari kebutuhan-kebutuhan tersebut itulah maka manusia berusaha agar kebutuhan-kebutuhannya terpenuhi. Apabila kebutuhan-kebutuhan hidupnya terpenuhi maka manusia itu dapat hidup dengan lebih baik.

SUMBER : http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/206907105114.pdf
NAMA : GITA PUSPITASARI
KELAS/NPM : 2EB09 / 23211087
TAHUN : 2012





REVIEW JURNAL EKONOMI KOPERASI 3 (BAG 1)


REVIEW 1
Teori Motivasi Kebutuhan Manusia
Oleh : Suroto
Program Studi Pendidikan Ekonomi Koperasi FKIP
Universitas Muhamadiyah Puworejo

ABSTRAK
Motivasi dalam bekerja sangat diperlukan agar manusia bekerja dengan baik karena pada hakikatnya orang bekerja itu untuk memenuhio kebutuhan atas dorongan atau motivasi tertentu. Kebutuhan dipandang sebagai penggerak perilaku, sedangkan tujuan berfungsi pengarahkan perilaku. Jadi, motivasi sebagai factor pendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan yang di pengaruhi oleh persepsi diri orang tersebut. Kebutuhan di golongkan menjadi dua, yaitu kebutuhan biologis dan kebutuhan psikologis. Kebutuhan untuk hidup dan keinginan untuk memiliki sesuatu yang bersifat materi termasuk kebutuhan biologis, sedangkan keinginan akan kekuasaan dan pengakuan termasuk kebutuhan psikologis.

            PENDAHULUAN
            Manusia merupakan factor penting keberadaan nya dalam lingkungan masyrakat, karena manusialah yang menjadi pelaksana segala kegiatan yang ada di dunia ini. Walaupun pada hakekat nya dalam perkembangan teknologi sekarang ini keberadaan mesini-mesin (robot) dapat menggantikan kedudukan manusian namun dalam kenyataan manusia tetap memegang peranan penting untuk berfungsi dan dalam pemanfaatan teknologi tersebut. Manusia sebagai salah satu factor penting untuk berfungsi nya alat-alat teknologi harus mendapatkan perhatian yang seimbang agar semua berjalan dengan baik dan optimal, untuk ini diperlukan motivasi dalam bekerja.
            Salah satu tujuan manusia bekerja adalah untuk memperoleh imbalan agar kebutuhan hidup terpenuhi, apabila upah/gaji yang di peroleh dari bekerja dirasakan dapat memnuhi kebutuhan hidup nya, maka orang tersebut dapat bekerja dengan baik, sebaliknya jika upah/gaji yang diperoleh dirasakan tidak seimbang dengan tenaga yang dia keluarkan maka biasanya seseorang akan mencari pekerjaan lainatau pindah ke tempat lain yang dirasa dapat membeikan imbalan upah/gaji yang layak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
            Motivasi dalam bekerja sangat diperlukan agar manusia bekerja dengan baik karena pada hakekatnya orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan atas dorongan atau motivasi tertentu. Kebutuhan di pandang sebagai penggerak atau pembangkit perilaku, sedang tujuan berfungsi mengarahkan perilaku, proses motivasi di arahkan sebagian besar diarahkan untuk memenuhi dan mencapai kebutuhan. Jadi motivasi sebagai factor pendorong seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan/kegiatan tertentu  (factor pendorong perilaku seseorang), dimana motivasi sangat di pengaruhi oleh persepsi diri yang dimiliki oleh seseorang, dan persepsi muncul dari rangkaian proses yang terus menerus dalam diri individu seseorang dalam menghadapi lingkungan sekitarnya.




MOTIVASI
1.      Pengertian Motivasi
Kebutuhan merupakan kekuatan-kekuatan yang menginisiasikan dan mempertahankan perilaku, kebutuhan mempengaruhi seorang individu secara langsung, karena sebagian mereka mempengaruhi pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan. Perilaku manusia sebenernya hanyalah cermin yang paling sederhana dari motivasi dasar mereka yang pada umum nya perilaku dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan seseorang yang bekerja sama dengan emosi-emosinya dan fungsi-fungsi psikologikal lainnya bertindak sebagai motif-motif yang mendorong tindak-tindakannya, ya ini perilaku. Apa yang di persepsikan seorang individu tentang dunia nyata , tentang dirinya, bagaimana perasaannya, pola-pola pemikiran manakah yang akan muncul, aktivitas-aktivitas yang sedang dilakukannya.
Kebutuhan-kebutuhan akan menimbulkan adanya dorongan-dorongan bagi seseorang untuk bertindak, kebutuhan dan dorongan yang tidak terpenuhio akan menimbulkan ketegangan tersendiri, yang selanjutnya merangsang seseorang untuk bertindak atau melakukan perbuatan dan selanjutnya dapat diambil keputusan.
Setiap perilaku individu di tunjukan untuk memenuhi kelompok kebutuhan tertenru pada waktu titik tertentu. Alat-alat khsususnya untuk mencapai kepuasan merupakan sebuah refleksi langsung tentang pengalaman-pengalaman pemenuhan kebutuhan, andaikata seseorang mengepektasi pemenuhan kebutuhan kebanyakan diantara keinginannya, maka pemuasan keinginan tertentu mungkin tidak penting baginya. Akan tetapi padakasus-kasus lain, apabila seseorang tidak berhasil dalam memenuhi kebutuhan atau keinginan tertentu, mungkin kebutuhan tersebut mungkin akan ditinggalkan dan akan memusatkan perhatian nya pada keinginan tersebut secara khusus dan menstubtitusika tujuan tersebut untuk tujuan lain. Rantai keinginan sasaran perilaku menunjukan bahwa setiap pendekatan untuk memenuhi kebutuhan motivasi perlu diawali dengan pembahasan tentang keinginan atau kebutuhan manusia.
Gutosudarmo(2000:28) motivasi adalah factor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakan, mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu. Berbagai masalah yang timbul berkenaan dengan motivasi, namun masalah yang paling pokok dalam motivasi adalah bagaimana cara yang terbaik untuk mengusahakan agar seseorang selalu dapat berprestasi secara maksimal (Sarwoko,1987:198). Handoko T.Hani (1995:256) mengatakan bahwa seseorang mau melaksanakan tugasnya dengan baik karena di dorong factor dari dalam diri nya yang di wujudkan dalam suatu perilaku yang di arahkan pada tujuan mencapai sasaran.
2.     Jenis Motivasi
Jenis motivasi ada 2 macam Manullang (2002),yaitu
a.      Motivasi Intrinsik adalah motivasi yang berasal dari perasaan puas dalam melaksanakan pekerjaan sendiri, motivasi ini datang dari dalam diri individu
b.      Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang kaitannya dengan imbalan atau masalah yang diterima seseorang setelah melakukan pekerjaan,oleh karena itu motivasi enstrinsik timbul dari luar diri individu.
Sedangkan menurut Hasibuan (2002) jenis motivasi adalah
a.      Motivasi Positif, adalah merangsang seseorang dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi si atas prestasi standar
b.      Motivasi negative adalah motivasi degan standar mereka yang akan mendapat hukuman


3.Metode Motivasi
Metode motivasi dapat di bedakan menjadi 2
a.      Motivasi langsung yaitu motivasi (materill dan non materill) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya.
b.      Motivasi tak langsung yaiitu motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja, kelancaran tugas sehingga seseorang betahan dan bersemangat dalam melakukan pekerjaan

4.Alat Motivasi
Motivasi sebagai daya perangsang yang diberikan kepada bawahan menurut Hasibuan(2002:132) dapat berupa:
a.      Material Incentive adalah motivasi yang bersifat materiil sebagai imbalan prestasi yang diberikan kepada seseorang, dalam hal ini dapat berbentuk uang atau barang lainnya
b.      Non material adalah jasa perangsang yang tidak berbentuk materi,dalam non material incentive ini motivasi diberikan dapat berbentuk penempatan kerja yang tepat, fisik yang terjamin, piagam penghargaan, perlakuan yang wajar dan sejenisnya


SUMBER : http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/206907105114.pdf
NAMA : GITA PUSPITASARI
KELAS/NPM : 2EB09 / 23211087
TAHUN : 2012











Sabtu, 22 Desember 2012

REVIEW JURNAL EKONOMI KOPERASI 2 (BAG 3)


REVIEW 3
 UJI KERAGAMAN KOPERASI BERPRESTASI BERDASARKAN
SKALA USAHA TAHUN 2009
Olehb : Johnny W. Situmorang**



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keragaan Umum Koperasi Berkualitas
Keragaan umum koperasi yang telah memperoleh predikat berkualitas pada tahun 2009 terlihat pada Lampiran 1.  Indikator output performanceyang umum mencirikan koperasi adalah jumlah anggota (JA), jumlah tenaga kerja (JTK), modal sendiri (MS), modal luar (ML), volume usaha (VU), dan SHU (sisa hasil usaha). Dengan keragaman antar jenis, volume usaha per anggota adalah tepat ditampilkan untuk melihat perbedaan relatifitas. Pada table 1 terlihat hasil proses statistika atas data Lampiran 1. Dengan jumlah sampel 75 koperasi, secara umum terlihat, nilai rata-rata dari JA adalah 2389 orang, JTK sebanyak 45 orang, MS sebesarRp.5.22miliar, ML sebesar Rp.13.47 miliar, VU sebesar Rp.27.51 miliar, dan SHU sebesar Rp.0.69 miliar.  Sedangkan rata-rata volume usaha per anggota adalah Rp.0.0254 miliar atau Rp.25.40 juta.  Pada Lampiran 2 terlihat, nilai rata-rata volume usaha koperasi berprestasi tahun 2009 adalah Rp.27.51 miliar dimana hanya 15 koperasi berprestasi yang volume usahanya di atas rata-rata, selebihnya adalah di bawah rata-rata.

Secara umum terlihat bahwa keragaman koperasi berkualitas tahun 2009, dimana jumlah anggota antara 67 orang dan 80858 orang, tenagakerja antara 1 orang dan 651 orang, modal sendiri antara Rp.0.07 miliar danRp.139.25 miliar, modal luar antara Rp.0.13 miliar dan Rp.470.83 miliar, volume usaha antara Rp.0.16 miliar dan Rp.687.48 miliar, dan SHU antara Rp.0.01 miliar dan Rp.8.24 milar.  Sedangkan nilai volume usaha per anggota adalah antara Rp.80.0 juta dan Rp.448.40 juta.  Gambaran usaha koperasi berprestasi terlihat pada Lampiran 2-7. Posisi secara keseluruhan terlihat pada Lampiran 2. Sedangkan pada Lampiran 3-7 terlihat perbedaan posisi dalam kelompok koperasi berprestasi.  Posisi koperasi berdasarkan usaha di atas rata-rata adalah sebanyak 5 KSP  (>Rp.13.8 miliar), 9 KK (>Rp.14.83 miliar), 3 KP (Rp.28.89 miliar), 3 KM (>Rp.21.0 miliar), dan 4 KJ (Rp.12.40 miliar).  Dari uraian ini terlihatlah secara umum keragaman yang sangat tinggi dari koperasi yang memperoleh predikat berprestasi pada tahun 2009.

Berdasarkan performa koperasi berkualitas tahun 2009, proses statistika lebih lanjut dapat menunukan karakteristiknya dengan α sebesar 5% atau selang kepercayaan 95% dan nilai Z sebesar 1.96 (two tail), diketahui  margin of error (MoE) dari masing-masing variabel performa output koperasi berprestasi. MoE adalah ukuran sebaran yang dapat memberikan batas atas dan batas bawah yang menunjukkan selang performa dalam kontrol. Dalam terminologi pengawasan, di luar batas atas dan batas bawah dinyatakan sebagai di luar kontrol.  MoE menentukan UCL dan LCL variabel performa output koperasi berprestasi. Untuk anggota, UCL-nya adalah 4499 orang dan LCL-nya 278 orang. Artimya, kita dipercayai 95% bahwa anggota koperasi berprestasi dengan rata-rata 2389 orang ada di antara 278 orang dan 4499 orang.  Demikian juga dengan variabel volume usaha, dimana UCL-nya Rp.45.79 miliar dan LCL-nya Rp.9.24 miliar.  Artinya, kita percaya nilai volume usaha koperasi rata-rata Rp.27.51 miliar per koperasi ada di antara nilai Rp.9.24 miliar dan Rp.45.79 miliar.  Untuk variabel performa output lainnya, berlaku hal yang sama.  Khusus variabel volume usaha per anggota dengan rata-rata sebesar Rp.25.4 juta, UCL-nya sebesar Rp.37.9 juta dan LCL-nya Rp.12.9 juta.  Selang ini menunjukkan peran koperasi dalam menggalang ekonomi anggota masih rendah dimana kita percaya 95% transaksi terendah Rp.12.9 juta atau hanya mencapai Rp.1.08 juta per bulan tiap anggota atau hanya Rp.35.83 ribu per hari setiap anggota.

4.2. Uji Keragaman

Dari Lampiran 1 dapat dikelompokkan sampel koperasi berdasarkan jenis (klaster) koperasi berprestasi tahun 2009. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, variabel performa output terpilih adalah usaha.  Pada Tabel2terlihat jumlah sampel terbanyak adalah KK atau koperasi konsumen. Jumlah sampel KSP adalah 15, KK
sebanyak 30, KP sebanyak 10, KM sebanyak 10, dan KJ sebanyak 10. Sebagai data sekunder, sebaran ini adalah “given” dalam analisis ini. Alasan mengapa distribusi terjadi seperti tersebut di atas, tidak menjadi obyek pembahasan dalam analisis ini. Nilai rata-rata volume usaha klaster KSP adalah yang tertinggi, yakni Rp.58.71 miliar, lalu berurutan adalah KP sebesar Rp.28.39 miliar, KJ sebesar Rp.24.40 miliar, KM sebesar Rp.21.06 miliar, dan KK sebesar Rp.14.81 miliar.  Nilai volume usaha maksimum adalah pada KSP, sebesar Rp.687.78 miliar, disusul oleh KP sebesar Rp.110.3 miliar, KM sebesar Rp.79.37 miliar, KJ sebesar Rp.72.29 miliar, dan KK sebesar Rp.65.14 miliar. Volume usaha terendah adalah pada KSP sebesar Rp.0.16 miliar, lalu KK sebesar Rp.0.77 miliar, KP sebesar Rp.0.88 miliar, KM sebesar Rp.1.25 miliar, dan KJ sebesar Rp.3.34 miliar. Terlihat, volume usaha yang sangat beragam adalah pada KSP, antara Rp.0.16 sampai Rp.687.48 miliar.  Hal ini karena ada satu sampel yang menonjol sendiri (outlier), yakni sampel SP-1 dengan volume usaha mencapai Rp.687.48 miliar. Koperasi ini adalah Koperasi Kredit (Kopdit) yang sebelumnya merupakan lembaga keuangan  Credit Union (CU) di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.  Dengan jumlah anggota mencapai 80.858 orang, volume usaha mencapai Rp.3.82 miliar per anggota.  Koperasi sampel ini mempunyai asset sebesar Rp.610.08 miliar dimana sebesar 22.83% dari asset itu bersumber dari modal sendiri. Sebagai lembaga keuangan, koperasi sampel ini termasuk berhasil.

Dengan posisi nilai usaha tertinggi, volume usaha per anggota Kopdit di Sanggau tersebut adalah sebesar Rp.8.50 juta setahun atau Rp.708.53 ribu sebulan setiap anggota atau Rp.23.62 ribu per hari setiap anggota. Volume usaha kedua tertinggi, sebesar Rp.110.3 miliar, adalah pada kelompok KP, yaitu di Pasuruan. Koperasi ini mempunyai anggota sebanyak 4116 orang dan tenaga kerja sebanyak 107 orang, nilai transaksi koperasi dengan anggota adalah Rp.26.8 juta setahun atau Rp.2.23 juta per hari per anggota atau Rp.74.41 ribu per hari setiap anggota. Selanjutnya adalah pada koperasi pemasaran di Mojokerto dengan volume usaha Rp.79.37 miliar dan anggota hanya 177 orang.  Nilai ini sama dengan transaksi koperasi dengan setiap anggota sebesar Rp.448.4 juta atau sebesar Rp.37.37 juta per bulan setiap anggota atau Rp.1.25 juta sehari setiap anggota. Volume usaha keempat tertinggi adalah pada koperasi jasa, yakni Rp.72.29 miliar, yakni pada KJ di Surabaya.  Dengan anggota sebanyak 449 orang dan tenaga kerja 21 orang, transaksi untuk setiap anggota adalah Rp.161.0 juta atau Rp.13.42 juta per bulan setiap anggota atau Rp.447.23 ribu sehari per anggota.  Volume usaha tertinggi kelima adalah pada koperasi konsumen dengan volume usaha sebesar Rp.65.14 miliar, yakni KK di Kutai Timur.  Dengan jumlah anggota sebanyak 3.664 orang dan tenaga kerja 651 orang, transaksi dengan setiap anggota setahun adalah Rp.17.8 juta atau sebulan Rp.1.48 juta setiap anggota atau Rp.123.46 ribu sehari setiap anggota.  Volume usaha terendah juga terdapat pada populasi KSP, yakni Rp.0.16 miliar.  Ini adalah koperasi yang berprestasi berasal dari Banda Aceh, Propinsi NAD.  Koperasi ini hanya mempunyai anggota sebanyak 67 orang dengan tenaga kerjanya hanya satu orang. Koperasi ini hanya mampu menghimpun modal sebesar Rp.0.96 miliar.  Sehingga transaksi koperasi dengan anggota hanya Rp.2.4 juta per anggota setahun atau hanya sebesar Rp.199.0 ribu per bulan setiap anggota. Dari sisi prinsip koperasi, yakni dari, oleh, dan untuk anggota, berdasarkan transaksi koperasi, performa koperasi berkualitas tersebut kurang baik, kecuali Kopdit di Sanggau. Artinya, nilai transaksi ekonomi koperasi dan anggotanya sangat rendah
V. PENUTUP
Penilaian koperasi berdasarkan prestasi adalah upaya pemerintah untuk mengetahui performa koperasi dan merupakan suatu perangsang kemajuan koperasi Indonesia. Dari hasil analisis keragaman, secara umum terungkap keragaan koperasi berdasarkan volume usaha berbeda antar koperasi simpan pinjam, koperasi produksi, koperasi konsumsi, koperasi pemasaran, dan koperasi jasa, Namun, secara spesifik berdasarkan uji keragaman, terbukti tidak ada perbedaaan antar kelompok koperasi tersebut. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa perbedaan populasi koperasi tersebut tidak menyebabkan adanya keragaman antar koperasi. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan pembangunan koperasi, khususnya untuk koperasi berprestasi, kebijakan dan perlakuan pemerintah bisa saja seragam, meskipun jenis koperasi beragam.  Misalnya menyangkut kebijakan pengembangan bisnis, khususnya untuk koperasi berprestasi, kebijakan dan perlakuan pemerintah bias saja seragam, meskipun jenis koperasi beragam. Misalnya menyangkut kebijakan pengembangan bisnis, khusus nya volume usaha, dan pelatihan manajemen dan kewirausahaan, serta sertifikasi bisnis dan manajemen koperasi.

SUMBER : http://www.smecda.com/kajian/files/Jurnal_6_2011/Jurnal%20ok.pdf

NAMA : GITA PUSPITASARI
KELAS/NPM : 2EB09/23211087
TAHUN : 2012

Jumat, 21 Desember 2012

REVIEW JURNAL EKONOMI KOPERASI 2 (BAG 2)



REVIEW 2
 UJI KERAGAMAN KOPERASI BERPRESTASI BERDASARKAN
SKALA USAHA TAHUN 2009
Olehb : Johnny W. Situmorang**


 III. METODE
3.1 Ruang Lingkup
Analisis ini merupakan suatu bentuk “desk research” dalam lingkup ilmu ekonomi, sosial, dan ilmu-ilmu koperasi. Pendekatan analisis adalah statistika parametrika, khususnya “statistics for decision making”. Sumber data adalah sekunder, yakni koperasi yang telah memperoleh status berkualitas oleh Kementerian KUKM tahun 2009.  Data tersebut dipublikasikan oleh Kementerian KUKM tahun 2010 dimana sebanyak 75 koperasi status berkualitas pada tahun 2009. Variabel respon yang diuji adalah nilai volume usaha masing-masing koperasi berprestasi.  Volume usaha menjadi variabel performa output koperasi yang sangat penting karena volume usaha menunjukkan bagaimana transaksi koperasi terjadi terhadap anggota (Lampiran 1).
3.2 Model Analisis
Metode analisis untuk mengambil keputusan ini adalah  Analysisof Variance (ANOVA). ANOVA adalah suatu uji hipotesis untuk mengetahui apakah ada keragaman antar populasi. Terdapat tiga asumsi yang mendasari model ANOVA. Pertama, untuk setiap populasi, variabel responnya adalah terdistribusi normal.  Kedua, keragaman dari variabel respon dicatat sebagai s2,adalah sama untuk semua populasi. Ketiga,semua observasi harus independen. Bila rata-rata populasi adalah sama maka rata-rata sampel sangat dekat satu.Bentuk umum dari uji hipotesis keragaman (ANOVA) untuk analisis keragaman dari sebanyak k populasi adalah (Anderson, et al, 2004; Keller, 2005)
3.3 Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil penilaian kualitas 75 koperasi terdapat 5 (lima) klaster (k populasi) atau jenis koperasi, yakni KSP, KK, KP, KM, dan KJ. Aturan penolakan atau penerimaan hipotesis Ho adalah dengan membandingkan F-Hitung (Fh) dan F-Tabel (Ft) berdasarkan = α 5% atau kriteria p-value pada derajat bebas (degree of freedom), k – 1 untuk MSTR dan nt-k untuk MSE. Nilai Ft (α =5%,k-1=4nt-k=70)adalah 2.53.  Jika Fh > Ft maka tolak Ho atau terima Ha, dengan kata lain ada bukti keragaman populasi. Sebaliknya, bila Fh < Ft, terima Ho atau tolak Ha, dimana ada bukti nyata bahwa keragaman antar populasi adalah sama.  Atau, bila dengan kriteria p-value, tolak Ho jika p-value.
Model analisis ini sangat sering digunakan oleh kalangan pebisnis dan juga pengambil keputusan.  Beberapa kasus yang dapat ditunjukkan adalah mengukur sejauhmana pekerja perusahaan tahu tentang “totalquality management”, waktu kerja mesin produksi dari berbagai pabrik, efek diseminasi informasi untuk manajer, dan investigasi persepsi nilai etik korporasi antar spesialis.  Juga analisis keragaman atas priceearning ratio (PER) dari 1000 perusahaan yang diperingkat (ranking) oleh “the Business Week Global”. Salah satu yang menarik adalah suatu studi yang telah dimuat di  Journal of Small Business Managementtentang job stress (Anderson et al, 2004). Demikian juga menguji perbedaan penjualan pada pemasaran yang berbeda, menguji apakah perbedaaan gelar pendidikan juga menunjukkan perbedaan gaji, dan menguji perbedaan merek dagang (Keller, 2005)

SUMBER : http://www.smecda.com/kajian/files/Jurnal_6_2011/Jurnal%20ok.pdf

Nama : Gita Puspitasari
Kelas/NPM : 2EB09/23211087
Tahun : 2012

REVIEW JURNAL EKONOMI KOPERASI 2 (BAG 1)




REVIEW 1
 UJI KERAGAMAN KOPERASI BERPRESTASI BERDASARKAN
SKALA USAHA TAHUN 2009
Olehb : Johnny W. Situmorang**


Abstrak

Berdasarkan konstitusi hukum dan perundang-undangan Indonesia (UUD 1945, UU 25 tahun 1992, UU 34/2002, dan UU 38/2009), perkembangan koperasi di Indonesia menjadi penguasaan penuh pemerintah. Peran pemerintah, terutama Kementerian Koperasi dan UKM, dalam hal pembangunan nasional, adalah untuk memfokuskan dan mempertajam tugas pemerintah. Dalam mempromosikan koperasi, terdapat ratusan ribu koperasi yang beroperasi di bidang usaha. Salah satu usaha pemerintah adalah untuk menghargai kemajuan koperasi. Dalam hal penghargaan, Kementerian Koperasi dan UKM membedakan menjadi lima tipe koperasi, antara lain simpan pinjam, produksi, konsumsi, pemasaran, dan jasa. Pada tahun 2009, pemerintah telah mendapatkan 75 koperasi dengan predikat berprestasi. Masalahnya adalah apakah perbedaan koperasi adalah signifikan. Dengan analisa variasi, makalah mengungkapkan bahwa tidak ada bukti perbedaan variansi diantara koperasi berdasarkan bidang usaha. Maka dari itu kebijakan dan perlakuan pemerintah untuk mendukung koperasi seharusnya tidak dibedakan.
Kata kunci: peraturan, kebijakan, koperasi, berprestasi, keragaman, uji-F



I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan perkoperasian adalah salah satu tugas pemerintah Indonesia berdasarkan pasal 33 UUD 1945.  Kemudian, UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian lahir sebagai tindaklanjut UUD 1945. Secara tegas tercantum bagaimana pengembangan koperasi Indonesia dan peran pemerintah. Selanjutnya,  berdasarkan UU 34 tahun 2002 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya otonomi daerah, pembangunan perkoperasian merupakan urusan yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Namun, dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan koperasi juga bagian tugas dari pemerintah pusat yang terlihat dari keberadaan Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) sejak tahun 1983. Bahkan sebelum era reformasi, kementeriannya adalah Departemen Koperasi dan PPK yang kewenangannya mencakup teknis.  Pada era reformasi, berdasarkan UU Nomor 38 Tahun 2009, Kementerian KUKM dibentuk oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), berdasarkan klaster ketiga1, dalam rangka fokus dan penajaman tugas pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Kedua (KIB-2).
Keberadaan koperasi sebenarnya sudah diakui secara internasional. Dari perspektif  sejarah, keberadaan koperasi sudah masif dan semakin penting setelah perlawanan kaum buruh atas pemilik modal setelah revolusi hitam di Inggris dan Jerman dengan terbentuknya koperasi konsumsi dan koperasi produsen. Di Indonesia, koperasi sudah menjadi tonggak kehidupan di kalangan petani dan buruh untuk memperjuangkan hak ekonomi. Keberadaan koperasi dianggap sebagai pemberontakan terhadap ketidakadilan ekonomi yang dirasakan oleh sekelompok orang terhadap pemilik sumberdaya atau kapital dan juga wujud atas sistem perekonomian yang mengandalkan kekuatan rakyat (Situmorang, 2000)
Sampai saat ini, secara resmi usia koperasi telah mencapai 63 tahun dengan jumlah entitas koperasi di Indonesia yang sangat banyak, lebih dari 177 ribu unit yang berbentuk koperasi simpan pinjam, koperasi konsumsi, koperasi produksi, koperasi pemasaran, dan koperasi jasa. Sesuai dengan UU 25/1992, koperasi adalah badan usaha sebagaimana badan usaha lainnya, tapi yang membedakannya dengan badan usaha non-koperasi adalah watak sosial koperasi. Sehingga, koperasi diharapkan menjadi format kelembagaan perjuangan anggotanya dan wadah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat atas dasar gotong royong. Mubyarto (1998) menyatakan bahwa ekonomi kerakyatan lebih mampu menghadapi globalisasi karena menjamin ketangguhan dan keandalan ekonomi nasional.
Sampai saat ini belum ada koperasi di Indonesia yang termasuk kategori koperasi besar dengan kiprah internasional. Dewasa ini, menurut International Cooperative Alliance (ICA), terdapat sedikitnya 300 koperasi yang berkelas dunia dengan omzet Rp.6.5 – Rp.634 triliun. Tapi tak satupun koperasi Indonesia masuk dalam kelas global itu (Rahardjo, 2010).  Sejalan dengan UU 25/1992, dalam kerangka pengembangan dan pengawasan, pemerintah menerapkan kebijakan sistem penilaian kinerja berdasarkan kualitas koperasi. Misalnya, penilaian koperasi terbaik tahun 2002, dan penilaian daerah koperasi tahun 2007, dan penilaian koperasi berprestasi tahun 2007 (Anonim, 2005, 2007a, 2007b).  Landasan penilaian koperasi berkualitas adalah Permenneg KUKM 06/Per/M.KUKM/V/2006 tentang Pedoman Penilaian Koperasi Berprestasi/Koperasi Award.  Hasil penilaian kualitas menjadi bahan bagi pemerintah untuk semakin memajukan koperasi sebagai sokoguru perekonomian Indonesia. Sejauhmana perbedaan jenis koperasi dalam konteks penilaian kualitas sangat perlu diketahui agar  track pengembangan koperasi menjadi tepat.
1.2 Permasalahan
Sejak tahun 2002, pemerintah melalui Kementerian KUKM telah menerapkan pola penilaian terhadap koperasi agar kualitas koperasi dapat meningkat. Metode penilaian dilakukan berdasarkan beberapa variabel yang sesuai dengan prinsip perkoperasian, prinsip usaha, dan lingkungan. Setiap tahun, puluhan koperasi dari ratusan ribu ditentukan kualitas nya. Koperasi yang di nilai di klafikasikan atasempat kelompok, yakni kelompok-kelompok koperasi simpan-pinjam, koperasi produksi, koperasi pemasaran, dan koperasi jasa.  Pada tahun 2009, terdapat 75 koperasi yang dinilai oleh pemerintah sebagai koperasi yang berkualitas dengan klaster-klaster koperasi simpan  pinjam (KSP) 15, koperasi konsumen (KK) 30, koperasi produksi (KP) 10, koperasi pemasaran (KM) 10, dan koperasi jasa (KJ) 10.  Semua koperasi yang berkualitas itu diharapkan menjadi sokoguru atau pilar perekonomian rakyat.
Dari pembedaan jenis koperasi yang dinilai, secara eksplisit terlihat perbedaan antar kelompok koperasi baik ciri, kemampuan, potensi, dan performa output. Pengakuan atas kelompok ini berimplikasi pada perbedaan perlakuan, baik internal mencakup organisasi dan manajemen maupun eksternal yang mencakup pola pembinaan oleh pemerintah.  Disamping itu, semua  koperasi yang dinilai tersebar di seluruh Indonesia yang semestinya juga menunjukkan perbedaan lingkungan strategisnya baik dari sisi wilayah maupun operasional (bisnis), industrial, dan jauh (remote). Namun, informasi atas perbedaan tersebut belum diketahui oleh pemerintah secara akurat dan tepat. Dengan kata lain, apakah benar terlihat adanya perbedaan kualitas koperasi antar kelompok atau klaster koperasi sebagaimana telah dinyatakan oleh pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah belum mengetahui bagaimana mengembangkan sistem pembinaan agar harapan tercapai
1.3 Tujuan dan Manfaat
Secara umum, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui keragaan koperasi yang telah dinilai oleh pemerintah sebagai koperasi berkualitas.  Secara khusus, analisis keragaman ini bertujuan untuk mengungkapkan  Apakah secara signifikan diterima adanya keragaman koperasi yang menyandang predikat berkualitas. Dari tujuan tersebut, analisis keragaman ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah untuk mengembangkan pola pembinaan koperasi. Disamping itu, analisis ini menjadi informasi bagi semua pemangku kepentingan dan masukan pengembangan metodologi riset di bidang perkoperasian.
II. TINJAUAN TEORITIS
UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian secara tegas menyatakan bahwa koperasi adalah badan usaha. Perbedaaan dasar antara koperasi dan non-koperasi adalah pada watak sosialnya, yang terlihat dari prinsip dan tujuannya. Tujuan utama koperasi adalah untuk menyejahterakan anggota dan masyarakat, serta mewujudkan tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat maju, adil, dan makmur. Watak sosial koperasi Indonesia sebenarnya sejalan dengan koperasi di dunia karena prinsip dan tujuan koperasi mengacu pada prinsip koperasi dunia (Anonim, 1984; Watkins, 1986). Meskipun berwatak sosial, koperasi masih relevan dengan perubahan tatanan dunia dan globalisasi (Book, 1994; Baswir, 2010). Dengan inspirasi terbentuknya koperasi dari konsumen dan produsen, Rochdale di Inggris dan Raifaissen di Jerman, pengelompokan koperasi cenderung mengikuti pola tersebut.
Majalah INFOKOP nomor 11 tahun 1992 telah memaparkan nilai dan prinsip dasar koperasi yang tidak bertentangan dengan globalisasi. Lars Marcus (1992), Presiden ICA waktu itu, memaparkan dalam INFOKOP tersebut, nilai dasar koperasi, perumusan nilai dasar pada koperasi konsumen Jepang, dan kecenderungan koperasi secara global. Ukuran output performa koperasi, sebagai lembaga ekonomi rakyat, adalah penjualan atau volume usaha.  Itu sebabnya, ICA memaparkan koperasi raksasa dunia dalam realitas global dewasa ini dilihat dari volume usaha. Misalnya, koperasi terbesar dunia adalah koperasi pertanian Zeh Noh di Jepang yang volume usahanya mencapai Rp.634 triliun, koperasi Mondragon di Spanyol pada peringkat 10 yang berbentuk korporasi koperasi yang multinasional.  Di Indonesia, Kospin Jasa di Pekalongan dengan volume usaha Rp.1.5 triliun (Rahardjo, 2010), dan Kopdit Sanggau di Kalimantan Barat, dengan volume usaha Rp.687.48 miliar pada tahun 2009. 

SUMBER http://www.smecda.com/kajian/files/Jurnal_6_2011/Jurnal%20ok.pdf

Nama : Gita Puspitasari
Kelas/NPM : 2eb09/23211087
Tahun : 2012

Sabtu, 15 Desember 2012

REVIEW JURNAL EKONOMI KOPERASI 1 (bag. 2)


REVIEW 2
 IMPLEMENTASI STRATEGI MELALUI PENYUSUNAN PROGRAM, PARTISIPASI ANGGARAN DAN PROSEDUR TERHADAP KINERJA KOPERASI DI KOTA PALU
Oleh : Husnah
 Media Litbang Sulteng III No. (1) : 57 - 63, Mei 2010

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

Berpangkal pada fungsi Koperasi, secara teori telah dilaksanakan tapi pada penerapannya menghadapi beberapa kendala, salah satunya lemahnya control manejerial dari pihak-pihak yang berwenang. Berdasarkan data yang di peroleh dari Depirindakop pada Bulan Maret 2009, Koperasi yang aktif di kota Palu sejumlah 155 Koperasi. Setelah dilakukan survey dan pengumpulan data, diputuskan hanya 61 Koperasi dijadikan responden dengan alasan Koperasi yang aktif .
Dari 61 Koperasi sebagai responden 60 Koperasi bergerak dalam usaha simpan pinjam dan hanya 1 Koperasi melakukan kegiatan konveksi. Hal ini mengindikasikan peluang usaha pemberian sangat diminati oleh para anggota Koperasi di kota Palu.

3.2. Hasil Pengukuran Pengaruh Faktor Penyusunan Program, Partisipasi anggaran, dan Prosedur terhadap Kinerja Koperasi di kota Palu.

3.3. Interprestasi Pengukuran Konstrak.
Berpatokan pada nilai P (Probability) dianggap signifikan bila nilai P ≤ 0,05, maka dari hasil pengukuran dibawah ini memberikan berikut :
Variable Penyusunan Program (X1) tidak memiliki hubungan signifikan terhadap perolehan Kinerja koperasi (Y) di kota Palu (P=0,501).
Varibel Partisipasi Anggaran (X2) memilki hubungan yang signifikan terhadap Kinerja koperasi (Y) di kota Palu (P=0,027)
Varibel Prossedur (X3) memilki hubungan yang signifikan terhadap Kinerja koperasi (Y) di kota Palu (P=0,00)
Sehingga hasil hipotesis di interprestasikan bahwa Hipotesis pertama dan hipotesis keempat ditolak sedangkan hipotesis kedua dan ketiga diterima.
Dari hasil perhitungan , menggambarkan besarnya pengaruh penyusunan program, partisipasi anggran dan prosedur terhadap kinerja koperasi di kota Palu. Diartikan sebagai berikut :
Variable Penyusunan Program (X1) tidak memiliki pengaruh sebesar 0,234 terhadap perolehan Kinerja koperasi (Y) di kota Palu
Varibel Partisipasi Anggaran (X2) memilki pengaruh sebesar -0,736 terhadap Kinerja koperasi (Y) di kota Palu
Varibel Prossedur (X3) memilki pengaruh sebesar 0,753 terhadap Kinerja koperasi (Y) di kota Palu (P=0,003)
Jadi pengaruh variable yang paling dominan terhadap kinerja koperasi adalah variable prosedur (besarnya pengaruh sebesar 0,0753).

3.4. Implikasi Manejerial
Berdasarkan hasil perhitungan yang menggambarkan bahwa variable penyusunan program tidak memiliki pengaruh terhadap pencapaian kinerja koperasi di kota Palu. Bertentangan dengan teori dari Supriono (2001:43) yang menyatakan bahwa “penyusunan program merupakan proses pembuatan keputusan mengenai peran manajer pusat pertanggung jawaban dalam melaksanakan program atau bagian program, sehingga program berisikan kegiatan pokok dalam mencapai tujuan organisasi yang merupakan perencanaan strategi”. Hasil Pengamatan lapangan menggambarkan bahwa pada saat menentukan kegiatan dalam penyusunan program, setiap lembaga tidak mempertimbangkan skala perioritas kegiatan dan tidak melibatkan anggota dalam merancang kegiatan dalam program, sehingga dalam pencapaian tujuannya tidak tersosialisasi ke seluruh anggota dalam koperasi. Variabel kedua yaitu partisipasi anggaran memiliki pengaruh terhadap pencapaian kinerja koperasi di Kota Palu. Sesuai dengan teori Mulyadi (2001:513) menyatakan bahwa “partisipasi anggaran merupakan keikutsertaan para manajer dalam proses penyusunan anggaran, merupakan suatu pendekatan yang efektif terhadap perbaikan motivasi dan perilaku individu dalam mencapai tujuan organisasi. Seperti dikatakan oleh Supriyono (2001:31) Bahwa prosedur menggambar secara rinci bagaimana suatu tugas atau pekerjaan dilaksanakan, dihubungkan dengan manajemen, maka produser merupakan penjabaran tahap-tahap fungsi manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian (Supriyono,2001:31). Sehingga dalam melaksanakan implementasi strategi secara efisien dan efektif dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
Dilihat dari hasil penelitian mengenai pengaruh penyusunan program, partisipasi anggaran dan prosedur tergadap kinerja Koperasi di kota Palu, memberikan implikasi manajerial bahwa variabel prosedur mempunyai pengaruh yang paling dominan dari pada penyusunan program dan partisipasi anggaran. Hal tersebut adalah masuk akal karena prosedur telah melalui tahap pelaksanaan penyusun program dan partisipasi anggaran. Kemudian tanpa pelaksanaan dari prosedur tidak akan berarti penyusunan program dan partisipasi anggaran. Dilihat dari pengaruh langsung prosedur sangat dominan tapi tidak terlepas dari kontribusi pengaruh tdak langsung penyusunan program dan partisipasi anggaran sehingga akan mempengaruh total pengaruh prosedur. Kenaikan pelaksanaan penyusunan program dan partisipasi anggaran akan mempengaruhi kenaikan prosedur pelaksanaannya. Seperti pada teori dari Wheelen & Hunger (2001:17) yang menyatakan bahwa untuk mewujudkan pencapaian kinerja dilakukan implementasi strategi melalui tahapan program, anggaran dan prosedur. Demikian pula dalam teori Anthony, Dearden & Bedford (1992:30) menyatakan bahwa dalam system pengendalian manajemen melalui empat tahapan, yaitu pemilihan program-program, penganggaran, operasi dan pengukur serta pelaporan dan analisis. Pada tahap operasi dan pengukuran di indikasikan sebagai prosedur sedangkan tahap pelaporan dan analisis adalah pencapaiaan kinerja.Sehingga sebelum masuk pada tahap ketiga yaitu prosedur, maka melalui tahap pemilihan program dan penyususnan anggaran. Hal yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan dan meningkatkan prosedur dengan melihat indicator dari prosedur yang dilakukan oleh koperasi tersebut yaitu :
1. Kegiatan yang dilaksanakan mengikuti urutan kerja yang telah ditentukan oleh masing-masing koperasi mengacu pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan aturan dari Departemen Koperasi.
2. Kegiatan yang dilaksanakan merupakan proses rangkaian manajemen dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.
Selain pengaruh prosedur yang paling dominan memberikan kontribusi pada kinerja koperasi di kota Palu, masih ada variabel diluar penelitian yang dapat mempengaruhi kinerja koperasi. Dari hasil wawancara dan asumsi penulis menyangkut variabel sumber daya manusia, teknologi, distribusi pemasaran, komitmen organisasi dan kondisi ekonomi. Jika hal tersebut dapat dipenuhi dimungkinkan kinerja akan optimum karena dapat memenagkan persaingan di pasar.

IV. PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Variable Penyusunan Program (X1) tidak memiliki hubungan signifikan terhadap perolehan Kinerja koperasi (Y) di kota Palu (P=0,501). Varibel Partisipasi Anggaran (X2) memilki hubungan yang signifikan terhadap Kinerja koperasi (Y) di kota Palu (P=0,027). Varibel Prossedur (X3) memilki hubungan yang signifikan terhadap Kinerja koperasi (Y) di kota Palu (P=0,00). Sehingga hasil hipotesis di interprestasikan bahwa Hipotesis pertama dan hipotesis keempat ditolak sedangkan hipotesis kedua dan ketiga diterima.

2. Variable Penyusunan Program (X1) tidak memiliki pengaruh sebesar 0,234 terhadap perolehan Kinerja koperasi (Y) di kota Palu . Varibel Partisipasi Anggaran (X2) memilki pengaruh sebesar -0,736 terhadap Kinerja koperasi (Y) di kota Palu.
Varibel Prossedur (X3) memilki pengaruh sebesar 0,753 terhadap Kinerja koperasi (Y) di kota Palu (P=0,003). Jadi pengaruh variable yang paling dominan terhadap kinerja koperasi adalah variable prosedur (besarnya pengaruh sebesar 0,0753).

4.2 Saran 
Disarankan pelaksanaan penyusunan program, partisipasi anggaran dan prosedur dalam proses pengendalian manajemen terhadap implementasi strategi perlu ditingkatkan, agar memperoleh kinerja yang optimum. Lakukan evaluasi secara terus menerus dan tingkatkan kinerja dengan melakukan pengembangan penelitian terhadap distribusi pemasaran, tehnologi dan kondisi ekonomi. Selanjutnya diberikan sanksi hukum yang tegas terhadap pengawasan penggunaan dana koperasi guna mencapai tujuan yang diinginkan.


SUMBER : jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/MLS/article/download/72/65


Nama                   : Gita Puspitasari
Kelas/NPM          : 2EB09/23211087
Tahun                  : 2012






Jumat, 14 Desember 2012

REVIEW JURNAL EKONOMI KOPERASI 1 (bag 1)


REVIEW 1
 IMPLEMENTASI STRATEGI MELALUI PENYUSUNAN PROGRAM, PARTISIPASI ANGGARAN DAN PROSEDUR TERHADAP KINERJA KOPERASI DI KOTA PALU
Oleh : Husnah
 Media Litbang Sulteng III No. (1) : 57 - 63, Mei 2010


ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyusunan program, partisipasi anggaran dan prosedur terhadap kinerja koperasi di kota Palu.
Penelitian dilakukan terhadap lembaga koperasi yang berada diwilayah kota Palu dan masih aktif sebanyak 61 koperasi. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan tehnik observasi, wawancara dan penyebaran kuisioner. Data sekunder diperoleh dari laporan keuangan koperasi, artikel dan literature yang mendukung. Selanjutnya analisis data dengan menggunakan SEM (Structural Equation Modelling).
Hasil pengujian menunjukan bahwa penyusunan program (X1) tidak berpengaruh terhadap kinerja, partisipasi anggaran (X2) berpengaruh terhadap kinerja dan prosedur (X3) berpengaruh terhadap kinerja. Pengaruh variable yang dominan terhadap kinerja koperasi adalah variable prosedur.



I.                   PENDAHULUAN

Tugas untuk melakukan evaluasi kinerja manajerial merupakan fungsi yang penting dalam suatu organisasi. Penyusunan Program dan mengembangkan sistem anggaran adalah merupakan langkah kritis dalam perencanaan kegiatan organisasi, baik organisasi perusahaan, sosial, pemerintah maupun dalam skala individu (Hasyim, 2001). Berdasarkan teori tersebut dan dihubungkan dengan fenomena yang sekarang dihadapi oleh Koperasi di palu yaitu pada tahun 2007 pencapaian pertumbuhan Koperasi hanya 87 unit atau sebesar 34,8 % dari target 250 unit dan masih adanya dana yang belum dapat dikembalikan sebesar Rp. 600 juta. Hal ini berdampak terhadap target pemerintah pusat khususnya untuk provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) sampai pada tahun 2009 tingkat pertumbuhan Koperasi sebesar 60.000 unit.
Menurut Abidin Husain (Mercusuar, 23/2/2008) dan H. Yunus Marjun, Anggota Komosi II DPRD Sulteng (Mercusuar, 19/2/2008) mengatakan bahwa keberhasilan Perindakop bukan hanya tehadap pertumbuhan kuantitas Koperasi di Sulteng tapi lebih berpangkal pada bagaimana memaksimalkan pengelolaan system manajerial Koperasi. Pengamatan mereka berdasarkan pada fenomena dasar yang dihadapi setiap Koperasi mengenai lemahnya membuat bisnis plan (pengamatan terhadap potensi), perubahan pengurus internal, penyalagunaan dana, dan tidak meratanya klasifikasi pembentukan Koperasi sesuai dengan potensi daerah. Seiring dengan fenomena diatas maka menurut M. Rawan Raharjo (2002) bahwa dalam berbagai survey yang dilakukan, ditemukan persepsi industri kecil dan Koperasi mengenai masalah utama yang dihadapi, yaitu modal. Kemudiaan masalah ini dijawab dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 3/2/PBI/2001 (2002) tentang peningkatan pemberian dana kredit usaha kecil dan Koperasi, yang mengindikasikan bahwa peluang mendapatkan modal usaha sangat besar. Bila kesempatan ini dapat digunakan semaksimal mungkin maka tingkat penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Tengah akan meningkat.
Melihat kondisi diatas, menunjukan kinerja Koperasi belum optimal sebagaimana yang diharapkan. Hal ini dapat disebabkan antara lain oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti kemampuan SDM yang dimiliki oleh lembaga, terutama kemampuan yang dimiliki oleh pengelola (penanggungjawab program selaku manajer kegiatan) masih sangat terbatas dalam penyusunan program yang diprioritaskan dalam kegiatan, kenyataannya dilapangan kegiatan tidak sesuai dengan penyusunan program sebelumnya. Penyusunan program sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi, terbukti dari penelitian sebelumnya dari Andi Matulada (1997) dan Ratna Dewi (2000) mempunyai pengaruh signifikan antara penyusunan program dengan kinerja organisasi. Selain itu tidak semua lembaga mengikuti prosedur kegiatan yang di tetapkan oleh Deperindakop yang berhubungan dengan proses manajemen yaitu perencanaan, pengarahan, pelaksanaan dan pengawasan. Contohnya study kelayakan tidak akurat dengan ketidakmampuan SDM nya membuat bisnis plan, yang menimbulkan perubahan kegiatan yang direncanakan pada saat penyusunan program dan terjadi pada tahap pelaksanaan, tidak ada transparansi kegiatan dan keuangan, yang menimbulkan penyelewengan dana, dan tidak mengembalikan Modal Awal Pendanaan (MAP) serta tidak membuat laporan wajib Audit ke Perindakop Palu. Dari fenomena tersebut, tidak terlepas dari implementasi strategi dalam pencapaian tujuan organisasi. Dimana implementasi strategi adalah proses manajemen yang mewujudkan strategi dan kebijakannnya dalam tindakan melalui pengembangan program, anggaran dan prosedur dalam Wheelen (2001). Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, penting bagi manajemen untuk mengenali pengaruh penyusunan program, partisipasi dalam penyusunan anggaran dan prosedur terhadap metode-metode evaluasi kinerja terhadap perilaku orang-orang didalam organisasi. Melihat kondisi diatas mengindikasikan bahwa pengelolaan dana atau kegiatan Koperasi belum optimal dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Maka perlu dilakukan penelitian mengenai proses manajemen dalam mewujudkan implementasi strategi melalui penyusunan program, partisipasi dalam penyusunan anggaran dan menilai prosedur yang digunakan apakah mempunyai pengaruh terhadap pencapaian kinerja Koperasi di kota Palu.


II. DESAIN DAN METODE PENELITIAN

2.1. Desain Penelitian
Dalam menetapkan desain penelitian,hal – hal yang perlu diperhatikan adalah Menetapkan tujuan dilakukannya penyelidikan. Dalam hal ini penyelidikan dilakukan dengan sasaran untuk mendeskripsi dan pengujian hipotesis; Penentuan tipe investigasi, dalam hal ini berhubungan dengan upaya membangun hubungan kausal antara variabel penyusunan program, partisipasi anggaran, prosedur dengan kinerja Koperasi. Tidak melakukan penarikan sampel karena mengambil keseluruhan populasi dengan metode sensus; Berhubungan dengan pengadaan simulasi diluar variabel pokok. Pada kenyataan variabel penelitian ini dapat dideteksi bahwa tipe variabel yang diteliti ada dua yaitu variabel eksogen (penyusunan program,partisipasi anggaran dan prosedur), sedangkan variabel endogen adalah kinerja Koperasi; Berhubungan dengan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis penelitian dilakukan atas dasar bangun teori/konsep dimana dugaan adanya hubungan kausal masing-masing variabel telah teridentifikasi oleh kerangka konseptual yang jelas. Sehingga kategori contrived model dapat dipenuhi; Berhubungan dengan pengukuran dan ukuran variabel. Pada opersional variabel akan diuraikan secara khusus mengenai hal tersebut, mulai dari variabel penelitian, konsep variabel, indikator, satuan ukur dan skala pengukuran. Langkah selanjutnya adalah dilakukan pengkategorian terhadap masing-masing alternatif jawaban setiap kuesioner (bobot tertinggi = 5 dan terkecil=1) dengan skala Likers.

2.2. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah Koperasi-Koperasi yang yang berada di kota Palu yang tersebar dalam 4 Kecamatan yaitu Palu Barat (29 Koperasi), Palu Timur (46 Koperasi), Palu Selatan (55 Koperasi) dan Palu Utara (11 Koperasi). Objek Penelitian berdasarkan Koperasi aktif sampai saat ini sebesar 141 Koperasi (Data dari Dinas Perindakop Kota Palu, Maret 2008). Seluruh populasi dijadikan obyek penelitian dan menggunakan penelitian sensus. Responden terpilih adalah manajer penanggungjawab Koperasi di setiap lembaganya.

2.3. Metode Analisis
Sebelum menganalisis dampak Implementasi strategi melalui penyusunan program, Partisipasi anggaran, dan  terhadap Kinerja Koperasi-Koperasi. maka digunakan Analisis SEM (Structural Equation Modelling).


SUMBER : jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/MLS/article/download/72/65


Nama                    : Gita Puspitasari
Kelas/NPM            : 2EB09/23211087
Tahun                   : 2012