REVIEW 1
UJI KERAGAMAN
KOPERASI BERPRESTASI BERDASARKAN
SKALA USAHA TAHUN 2009
Olehb : Johnny W.
Situmorang**
Abstrak
Berdasarkan konstitusi hukum dan perundang-undangan Indonesia
(UUD 1945, UU 25 tahun 1992, UU 34/2002, dan UU 38/2009), perkembangan koperasi
di Indonesia menjadi penguasaan penuh pemerintah. Peran pemerintah, terutama Kementerian
Koperasi dan UKM, dalam hal pembangunan nasional, adalah untuk memfokuskan dan
mempertajam tugas pemerintah. Dalam mempromosikan koperasi, terdapat ratusan
ribu koperasi yang beroperasi di bidang usaha. Salah satu usaha pemerintah
adalah untuk menghargai kemajuan koperasi. Dalam hal penghargaan, Kementerian
Koperasi dan UKM membedakan menjadi lima tipe koperasi, antara lain simpan
pinjam, produksi, konsumsi, pemasaran, dan jasa. Pada tahun 2009, pemerintah
telah mendapatkan 75 koperasi dengan predikat berprestasi. Masalahnya adalah
apakah perbedaan koperasi adalah signifikan. Dengan analisa variasi, makalah
mengungkapkan bahwa tidak ada bukti perbedaan variansi diantara koperasi berdasarkan
bidang usaha. Maka dari itu kebijakan dan perlakuan pemerintah untuk mendukung
koperasi seharusnya tidak dibedakan.
Kata kunci: peraturan, kebijakan, koperasi, berprestasi,
keragaman, uji-F
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan perkoperasian adalah
salah satu tugas pemerintah Indonesia berdasarkan pasal 33 UUD 1945. Kemudian, UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian lahir sebagai tindaklanjut UUD 1945. Secara tegas tercantum bagaimana
pengembangan koperasi Indonesia dan peran pemerintah. Selanjutnya, berdasarkan UU 34 tahun 2002 tentang
Pemerintahan Daerah, khususnya otonomi daerah, pembangunan perkoperasian
merupakan urusan yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah. Namun, dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan koperasi juga
bagian tugas dari pemerintah pusat yang terlihat dari keberadaan Kementerian
Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) sejak tahun 1983. Bahkan sebelum era
reformasi, kementeriannya adalah Departemen Koperasi dan PPK yang kewenangannya
mencakup teknis. Pada era reformasi, berdasarkan
UU Nomor 38 Tahun 2009, Kementerian KUKM dibentuk oleh Presiden RI, Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY), berdasarkan klaster ketiga1, dalam rangka fokus dan
penajaman tugas pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Kedua (KIB-2).
Keberadaan koperasi sebenarnya
sudah diakui secara internasional. Dari perspektif sejarah, keberadaan koperasi sudah masif dan
semakin penting setelah perlawanan kaum buruh atas pemilik modal setelah revolusi
hitam di Inggris dan Jerman dengan terbentuknya koperasi konsumsi dan koperasi
produsen. Di Indonesia, koperasi sudah menjadi tonggak kehidupan di kalangan
petani dan buruh untuk memperjuangkan hak ekonomi. Keberadaan koperasi dianggap
sebagai pemberontakan terhadap ketidakadilan ekonomi yang dirasakan oleh
sekelompok orang terhadap pemilik sumberdaya atau kapital dan juga wujud atas
sistem perekonomian yang mengandalkan kekuatan rakyat (Situmorang, 2000)
Sampai saat ini, secara resmi
usia koperasi telah mencapai 63 tahun dengan jumlah entitas koperasi di Indonesia
yang sangat banyak, lebih dari 177 ribu unit yang berbentuk koperasi simpan
pinjam, koperasi konsumsi, koperasi produksi, koperasi pemasaran, dan koperasi
jasa. Sesuai dengan UU 25/1992, koperasi adalah badan usaha sebagaimana badan
usaha lainnya, tapi yang membedakannya dengan badan usaha non-koperasi adalah
watak sosial koperasi. Sehingga, koperasi diharapkan menjadi format kelembagaan
perjuangan anggotanya dan wadah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat atas
dasar gotong royong. Mubyarto (1998) menyatakan bahwa ekonomi kerakyatan lebih
mampu menghadapi globalisasi karena menjamin ketangguhan dan keandalan ekonomi
nasional.
Sampai saat ini belum ada
koperasi di Indonesia yang termasuk kategori koperasi besar dengan kiprah internasional.
Dewasa ini, menurut International Cooperative Alliance (ICA), terdapat
sedikitnya 300 koperasi yang berkelas dunia dengan omzet Rp.6.5 – Rp.634 triliun.
Tapi tak satupun koperasi Indonesia masuk dalam kelas global itu (Rahardjo, 2010). Sejalan dengan UU 25/1992, dalam kerangka
pengembangan dan pengawasan, pemerintah menerapkan kebijakan sistem penilaian kinerja
berdasarkan kualitas koperasi. Misalnya, penilaian koperasi terbaik tahun 2002,
dan penilaian daerah koperasi tahun 2007, dan penilaian koperasi berprestasi tahun
2007 (Anonim, 2005, 2007a, 2007b).
Landasan penilaian koperasi berkualitas adalah Permenneg KUKM
06/Per/M.KUKM/V/2006 tentang Pedoman Penilaian Koperasi Berprestasi/Koperasi
Award. Hasil penilaian kualitas menjadi
bahan bagi pemerintah untuk semakin memajukan koperasi sebagai sokoguru perekonomian
Indonesia. Sejauhmana perbedaan jenis koperasi dalam konteks penilaian kualitas
sangat perlu diketahui agar track pengembangan
koperasi menjadi tepat.
1.2 Permasalahan
Sejak tahun 2002, pemerintah melalui
Kementerian KUKM telah menerapkan pola penilaian terhadap koperasi agar
kualitas koperasi dapat meningkat. Metode penilaian dilakukan berdasarkan
beberapa variabel yang sesuai dengan prinsip perkoperasian, prinsip usaha, dan
lingkungan. Setiap tahun, puluhan koperasi dari ratusan ribu ditentukan
kualitas nya. Koperasi yang di nilai di klafikasikan atasempat kelompok, yakni
kelompok-kelompok koperasi simpan-pinjam, koperasi produksi, koperasi
pemasaran, dan koperasi jasa. Pada tahun
2009, terdapat 75 koperasi yang dinilai oleh pemerintah sebagai koperasi yang
berkualitas dengan klaster-klaster koperasi simpan pinjam (KSP) 15, koperasi konsumen (KK) 30,
koperasi produksi (KP) 10, koperasi pemasaran (KM) 10, dan koperasi jasa (KJ)
10. Semua koperasi yang berkualitas itu
diharapkan menjadi sokoguru atau pilar perekonomian rakyat.
Dari pembedaan jenis koperasi
yang dinilai, secara eksplisit terlihat perbedaan antar kelompok koperasi baik
ciri, kemampuan, potensi, dan performa output. Pengakuan atas kelompok ini
berimplikasi pada perbedaan perlakuan, baik internal mencakup organisasi dan
manajemen maupun eksternal yang mencakup pola pembinaan oleh pemerintah. Disamping itu, semua koperasi yang dinilai tersebar di seluruh
Indonesia yang semestinya juga menunjukkan perbedaan lingkungan strategisnya baik
dari sisi wilayah maupun operasional (bisnis), industrial, dan jauh (remote).
Namun, informasi atas perbedaan tersebut belum diketahui oleh pemerintah secara
akurat dan tepat. Dengan kata lain, apakah benar terlihat adanya perbedaan
kualitas koperasi antar kelompok atau klaster koperasi sebagaimana telah dinyatakan
oleh pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah belum mengetahui bagaimana
mengembangkan sistem pembinaan agar harapan tercapai
1.3 Tujuan dan Manfaat
Secara umum, tulisan ini
bertujuan untuk mengetahui keragaan koperasi yang telah dinilai oleh pemerintah
sebagai koperasi berkualitas. Secara khusus,
analisis keragaman ini bertujuan untuk mengungkapkan Apakah secara signifikan diterima adanya
keragaman koperasi yang menyandang predikat berkualitas. Dari tujuan tersebut,
analisis keragaman ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah untuk
mengembangkan pola pembinaan koperasi. Disamping itu, analisis ini menjadi
informasi bagi semua pemangku kepentingan dan masukan pengembangan metodologi
riset di bidang perkoperasian.
II. TINJAUAN TEORITIS
UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian secara tegas menyatakan bahwa koperasi adalah badan usaha.
Perbedaaan dasar antara koperasi dan non-koperasi adalah pada watak sosialnya,
yang terlihat dari prinsip dan tujuannya. Tujuan utama koperasi adalah untuk
menyejahterakan anggota dan masyarakat, serta mewujudkan tatanan perekonomian
nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat maju, adil, dan makmur. Watak
sosial koperasi Indonesia sebenarnya sejalan dengan koperasi di dunia karena
prinsip dan tujuan koperasi mengacu pada prinsip koperasi dunia (Anonim, 1984; Watkins,
1986). Meskipun berwatak sosial, koperasi masih relevan dengan perubahan
tatanan dunia dan globalisasi (Book, 1994; Baswir, 2010). Dengan inspirasi
terbentuknya koperasi dari konsumen dan produsen, Rochdale di Inggris dan
Raifaissen di Jerman, pengelompokan koperasi cenderung mengikuti pola tersebut.
Majalah INFOKOP nomor 11 tahun 1992
telah memaparkan nilai dan prinsip dasar koperasi yang tidak bertentangan
dengan globalisasi. Lars Marcus (1992), Presiden ICA waktu itu, memaparkan
dalam INFOKOP tersebut, nilai dasar koperasi, perumusan nilai dasar pada
koperasi konsumen Jepang, dan kecenderungan koperasi secara global. Ukuran
output performa koperasi, sebagai lembaga ekonomi rakyat, adalah penjualan atau
volume usaha. Itu sebabnya, ICA
memaparkan koperasi raksasa dunia dalam realitas global dewasa ini dilihat dari
volume usaha. Misalnya, koperasi terbesar dunia adalah koperasi pertanian Zeh
Noh di Jepang yang volume usahanya mencapai Rp.634 triliun, koperasi Mondragon
di Spanyol pada peringkat 10 yang berbentuk korporasi koperasi yang multinasional. Di Indonesia, Kospin Jasa di Pekalongan
dengan volume usaha Rp.1.5 triliun (Rahardjo, 2010), dan Kopdit Sanggau di
Kalimantan Barat, dengan volume usaha Rp.687.48 miliar pada tahun 2009.
SUMBER http://www.smecda.com/kajian/files/Jurnal_6_2011/Jurnal%20ok.pdf
SUMBER http://www.smecda.com/kajian/files/Jurnal_6_2011/Jurnal%20ok.pdf
Nama : Gita Puspitasari
Kelas/NPM : 2eb09/23211087
Tahun : 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar