Jumat, 21 Desember 2012

REVIEW JURNAL EKONOMI KOPERASI 2 (BAG 1)




REVIEW 1
 UJI KERAGAMAN KOPERASI BERPRESTASI BERDASARKAN
SKALA USAHA TAHUN 2009
Olehb : Johnny W. Situmorang**


Abstrak

Berdasarkan konstitusi hukum dan perundang-undangan Indonesia (UUD 1945, UU 25 tahun 1992, UU 34/2002, dan UU 38/2009), perkembangan koperasi di Indonesia menjadi penguasaan penuh pemerintah. Peran pemerintah, terutama Kementerian Koperasi dan UKM, dalam hal pembangunan nasional, adalah untuk memfokuskan dan mempertajam tugas pemerintah. Dalam mempromosikan koperasi, terdapat ratusan ribu koperasi yang beroperasi di bidang usaha. Salah satu usaha pemerintah adalah untuk menghargai kemajuan koperasi. Dalam hal penghargaan, Kementerian Koperasi dan UKM membedakan menjadi lima tipe koperasi, antara lain simpan pinjam, produksi, konsumsi, pemasaran, dan jasa. Pada tahun 2009, pemerintah telah mendapatkan 75 koperasi dengan predikat berprestasi. Masalahnya adalah apakah perbedaan koperasi adalah signifikan. Dengan analisa variasi, makalah mengungkapkan bahwa tidak ada bukti perbedaan variansi diantara koperasi berdasarkan bidang usaha. Maka dari itu kebijakan dan perlakuan pemerintah untuk mendukung koperasi seharusnya tidak dibedakan.
Kata kunci: peraturan, kebijakan, koperasi, berprestasi, keragaman, uji-F



I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan perkoperasian adalah salah satu tugas pemerintah Indonesia berdasarkan pasal 33 UUD 1945.  Kemudian, UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian lahir sebagai tindaklanjut UUD 1945. Secara tegas tercantum bagaimana pengembangan koperasi Indonesia dan peran pemerintah. Selanjutnya,  berdasarkan UU 34 tahun 2002 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya otonomi daerah, pembangunan perkoperasian merupakan urusan yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Namun, dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan koperasi juga bagian tugas dari pemerintah pusat yang terlihat dari keberadaan Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) sejak tahun 1983. Bahkan sebelum era reformasi, kementeriannya adalah Departemen Koperasi dan PPK yang kewenangannya mencakup teknis.  Pada era reformasi, berdasarkan UU Nomor 38 Tahun 2009, Kementerian KUKM dibentuk oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), berdasarkan klaster ketiga1, dalam rangka fokus dan penajaman tugas pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Kedua (KIB-2).
Keberadaan koperasi sebenarnya sudah diakui secara internasional. Dari perspektif  sejarah, keberadaan koperasi sudah masif dan semakin penting setelah perlawanan kaum buruh atas pemilik modal setelah revolusi hitam di Inggris dan Jerman dengan terbentuknya koperasi konsumsi dan koperasi produsen. Di Indonesia, koperasi sudah menjadi tonggak kehidupan di kalangan petani dan buruh untuk memperjuangkan hak ekonomi. Keberadaan koperasi dianggap sebagai pemberontakan terhadap ketidakadilan ekonomi yang dirasakan oleh sekelompok orang terhadap pemilik sumberdaya atau kapital dan juga wujud atas sistem perekonomian yang mengandalkan kekuatan rakyat (Situmorang, 2000)
Sampai saat ini, secara resmi usia koperasi telah mencapai 63 tahun dengan jumlah entitas koperasi di Indonesia yang sangat banyak, lebih dari 177 ribu unit yang berbentuk koperasi simpan pinjam, koperasi konsumsi, koperasi produksi, koperasi pemasaran, dan koperasi jasa. Sesuai dengan UU 25/1992, koperasi adalah badan usaha sebagaimana badan usaha lainnya, tapi yang membedakannya dengan badan usaha non-koperasi adalah watak sosial koperasi. Sehingga, koperasi diharapkan menjadi format kelembagaan perjuangan anggotanya dan wadah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat atas dasar gotong royong. Mubyarto (1998) menyatakan bahwa ekonomi kerakyatan lebih mampu menghadapi globalisasi karena menjamin ketangguhan dan keandalan ekonomi nasional.
Sampai saat ini belum ada koperasi di Indonesia yang termasuk kategori koperasi besar dengan kiprah internasional. Dewasa ini, menurut International Cooperative Alliance (ICA), terdapat sedikitnya 300 koperasi yang berkelas dunia dengan omzet Rp.6.5 – Rp.634 triliun. Tapi tak satupun koperasi Indonesia masuk dalam kelas global itu (Rahardjo, 2010).  Sejalan dengan UU 25/1992, dalam kerangka pengembangan dan pengawasan, pemerintah menerapkan kebijakan sistem penilaian kinerja berdasarkan kualitas koperasi. Misalnya, penilaian koperasi terbaik tahun 2002, dan penilaian daerah koperasi tahun 2007, dan penilaian koperasi berprestasi tahun 2007 (Anonim, 2005, 2007a, 2007b).  Landasan penilaian koperasi berkualitas adalah Permenneg KUKM 06/Per/M.KUKM/V/2006 tentang Pedoman Penilaian Koperasi Berprestasi/Koperasi Award.  Hasil penilaian kualitas menjadi bahan bagi pemerintah untuk semakin memajukan koperasi sebagai sokoguru perekonomian Indonesia. Sejauhmana perbedaan jenis koperasi dalam konteks penilaian kualitas sangat perlu diketahui agar  track pengembangan koperasi menjadi tepat.
1.2 Permasalahan
Sejak tahun 2002, pemerintah melalui Kementerian KUKM telah menerapkan pola penilaian terhadap koperasi agar kualitas koperasi dapat meningkat. Metode penilaian dilakukan berdasarkan beberapa variabel yang sesuai dengan prinsip perkoperasian, prinsip usaha, dan lingkungan. Setiap tahun, puluhan koperasi dari ratusan ribu ditentukan kualitas nya. Koperasi yang di nilai di klafikasikan atasempat kelompok, yakni kelompok-kelompok koperasi simpan-pinjam, koperasi produksi, koperasi pemasaran, dan koperasi jasa.  Pada tahun 2009, terdapat 75 koperasi yang dinilai oleh pemerintah sebagai koperasi yang berkualitas dengan klaster-klaster koperasi simpan  pinjam (KSP) 15, koperasi konsumen (KK) 30, koperasi produksi (KP) 10, koperasi pemasaran (KM) 10, dan koperasi jasa (KJ) 10.  Semua koperasi yang berkualitas itu diharapkan menjadi sokoguru atau pilar perekonomian rakyat.
Dari pembedaan jenis koperasi yang dinilai, secara eksplisit terlihat perbedaan antar kelompok koperasi baik ciri, kemampuan, potensi, dan performa output. Pengakuan atas kelompok ini berimplikasi pada perbedaan perlakuan, baik internal mencakup organisasi dan manajemen maupun eksternal yang mencakup pola pembinaan oleh pemerintah.  Disamping itu, semua  koperasi yang dinilai tersebar di seluruh Indonesia yang semestinya juga menunjukkan perbedaan lingkungan strategisnya baik dari sisi wilayah maupun operasional (bisnis), industrial, dan jauh (remote). Namun, informasi atas perbedaan tersebut belum diketahui oleh pemerintah secara akurat dan tepat. Dengan kata lain, apakah benar terlihat adanya perbedaan kualitas koperasi antar kelompok atau klaster koperasi sebagaimana telah dinyatakan oleh pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah belum mengetahui bagaimana mengembangkan sistem pembinaan agar harapan tercapai
1.3 Tujuan dan Manfaat
Secara umum, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui keragaan koperasi yang telah dinilai oleh pemerintah sebagai koperasi berkualitas.  Secara khusus, analisis keragaman ini bertujuan untuk mengungkapkan  Apakah secara signifikan diterima adanya keragaman koperasi yang menyandang predikat berkualitas. Dari tujuan tersebut, analisis keragaman ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah untuk mengembangkan pola pembinaan koperasi. Disamping itu, analisis ini menjadi informasi bagi semua pemangku kepentingan dan masukan pengembangan metodologi riset di bidang perkoperasian.
II. TINJAUAN TEORITIS
UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian secara tegas menyatakan bahwa koperasi adalah badan usaha. Perbedaaan dasar antara koperasi dan non-koperasi adalah pada watak sosialnya, yang terlihat dari prinsip dan tujuannya. Tujuan utama koperasi adalah untuk menyejahterakan anggota dan masyarakat, serta mewujudkan tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat maju, adil, dan makmur. Watak sosial koperasi Indonesia sebenarnya sejalan dengan koperasi di dunia karena prinsip dan tujuan koperasi mengacu pada prinsip koperasi dunia (Anonim, 1984; Watkins, 1986). Meskipun berwatak sosial, koperasi masih relevan dengan perubahan tatanan dunia dan globalisasi (Book, 1994; Baswir, 2010). Dengan inspirasi terbentuknya koperasi dari konsumen dan produsen, Rochdale di Inggris dan Raifaissen di Jerman, pengelompokan koperasi cenderung mengikuti pola tersebut.
Majalah INFOKOP nomor 11 tahun 1992 telah memaparkan nilai dan prinsip dasar koperasi yang tidak bertentangan dengan globalisasi. Lars Marcus (1992), Presiden ICA waktu itu, memaparkan dalam INFOKOP tersebut, nilai dasar koperasi, perumusan nilai dasar pada koperasi konsumen Jepang, dan kecenderungan koperasi secara global. Ukuran output performa koperasi, sebagai lembaga ekonomi rakyat, adalah penjualan atau volume usaha.  Itu sebabnya, ICA memaparkan koperasi raksasa dunia dalam realitas global dewasa ini dilihat dari volume usaha. Misalnya, koperasi terbesar dunia adalah koperasi pertanian Zeh Noh di Jepang yang volume usahanya mencapai Rp.634 triliun, koperasi Mondragon di Spanyol pada peringkat 10 yang berbentuk korporasi koperasi yang multinasional.  Di Indonesia, Kospin Jasa di Pekalongan dengan volume usaha Rp.1.5 triliun (Rahardjo, 2010), dan Kopdit Sanggau di Kalimantan Barat, dengan volume usaha Rp.687.48 miliar pada tahun 2009. 

SUMBER http://www.smecda.com/kajian/files/Jurnal_6_2011/Jurnal%20ok.pdf

Nama : Gita Puspitasari
Kelas/NPM : 2eb09/23211087
Tahun : 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar